BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Banyak yang Allah ciptakan di dunia ini
bermacam-macam makhluk hidup , semuanya merupakan manfaat bagi kehidupan ini
dari yang terbesar hingga yang terkecilpun semuanya sudah ada jalan takdirnya masing-masing.
Contoh saja virus, virus adalah makhluk mikroorganisme yang tidak bisa terlihat
oleh mata. Dari adanya virus ini banyak penelitian yang berkembang, dari virus
ini banyak hal yang baru. Bukan hanya hal yang negatif saja namun ada yang
positif juga karena dibalik kelebihan pasti ada kekurangan.
Setiap makhluk ciptaan Allah, seperti
virus ini pasti akan mengalami pengaruh dari keadaan eksternaldan internal,
seperti pada diri virus sendiri yang berinteraksi dengan makhluk hidup yang
lain akan mengalami kemerosotan seperti mati, hancur atau pun bisa pura-pura
mati dan pada rangsangan luar seperti suhu, sinar ultra violet, kandungan kimia
banyak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan virus.
Bukan hanya sebagai bahan penelitian
saja namun diharapkan akan menjadi acuan tentang bagaimana perkembangan dan
perkembangan virus terhadap suhu, kandungan kimia dan menyadarkan akan ciptaan
Allah yang beraneka ragam akan menjadikan kita untuk menggali dan mencari ilmu
hingga kita tidak pernah puas dengan apa yang kitra dapatkan.
I.2 Tujuan
1. Untuk
menegetahui Susunan Kimiawi Virus.
2. Untuk
mengetahui Pengaruh Keadaan Fisik dan Kimiawi Terhadap Virus.
3. Untuk
memenuhi Tugas Mata Kuliah Virologi.
4. Untuk
meningkatkan pengetaahuan tentang Kimiawi
Virus
I.3 Rumusan
Masalah
1.
Apa itu Pengertian Virus?
2.
Apa Sajakah Susunan Kimiawi Virus?
3.
Bagaimana Pengaruh Keadaan Fisik dan Kimiawi Terhadap Virus?
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Pengertian
Virus
dalam Bahasa Latin adalah racun atau cairan yang beracun. Kelak, seiring dengan
perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, diketahui bahwa dalam cairan
tersebut mengandung partikel virus yang sangat kecil ukurannya sehingga lolos
pada saat disaring dengan saringan (filter) bakteri.
Partikel
virus memiliki struktur yang sangat sederhana untuk dapat dikategorikan sebagai
sel pada umumnya. Padahal sel merupakan satuan unit structural terkecil dari
organisme hidup. Oleh karena itu, pakar Biologi maupun Kimia tidak
menggolongkan virus sebagai sasuatu yang hidup. Perlu diketahui bahwa perbedaan
antara benda hidup dan mati pada tingkat molekuler ialah asam nukleat (AND atau
ARN). Namun, partikel virus mengandung senyawa asam nukleat (AND atau ARN) yang
merupakan faktor pembeda antara benda hidup dan benda mati pada tingkatan
molekuler.
Wendell
Stanley (1933) pada saat mengisolasi dan mempurifikasi (memurnikan) virus
mendapatkan bentuk kristal dari partikel virus tersebut. Kemampuan membentuk
kristal, lebih merupakan sifat materi kimia daripada sifat bologis. Namun, bila
partikel virus masuk ke dalam sel hidup virus akan bertingkah laku selayaknya
organism hidup. Virus tersebut akan bereplikasi, memperbanyak diri seperti
organism hidup lainnya. Keadaan ini mengandung debat yang berkepanjangan,
apakah virus digolongkan sebagai organisme hidup atau bukan bentuk kehidupan.
Bila
dibandingkan dengan sel lainnya, virus tidak memiliki ribosom dan mitokondria
sehingga untuk melakukan sintesis protein dan memenuhi kebutuhan energinya,
virus harus memanfaatkan perangkat sel inangnya. Saat ini, partikel virus
didefinisikan sebagai agen penginfeksi nonseluler yang memiliki sifat atau
ciri-ciri sebagai berikut :
a. Strukturnya tersusun atas materi
inti (core) berupa asam nukleat yang diselubungi oleh protein. Beberapa
virus memiliki selubung tambahan yang disebut “envelope”.
b.
Tidak
dapat melakukan metabolisme sendiri (incapable of independent metabolism).
Oleh karena itu, virus dikatakan sebagai parasit obligat di dalam sel inang (obligate
intracellular parasite). Seluruh aktivitas biologis virus, hanya dapat
dilakukan bila partikel virus berada di dalam sel inangnya.
c.
Tidak
mampu melakukan reproduksi sendiri. Reproduksi berlangsung setelah materi inti
dan beberapa enzim virus masuk ke dalam sel inang.
d.
Banyak
jenis virus dapat dikristalkan. Bentuk kristal virus menyerupai simetrikal
kristal molekul-molekul kimia. Namun, kristal virus tetap berpotensi untuk
menginfeksi sel inang dan dapat berkembang biak di dalam sel inang.
II.2 Susunan
Kimiawi Virus
1.
Protein
Virus
Virus
Vaccinia mengandung banyak enzim dalam partikelnya untuk melaksanakan fungsi
tertentu pada awal siklus infeksi dan beberapa virus memilki protein khusus
untuk perlekatan pada sel-sel, misalnya hemaglutinasi virus influenza. Virus
tumor RNA mengandung suatu enzim reverse transcriptase yang membuat suatu
salinan DNA dari RNA virus yang merupakan suatu langkah penting dalam
transformasi virus-virus ini.
Fungsi
protein struktur virus :
·
Untuk melindungi genom virus terhadap
daya kerja nuclease
·
Berpartisipasi menentukan penempelan
virus pada sel
·
Simetri structural partikel virus
·
Penentu sifat antigenic virus
2.
Lipida
Virus
Virus
yang mengandung lipid bersifat peka terhadap eter dan pelarut organic lainnya
dan gangguan atau kehilangan lipid tersebut berakhibat kehilangan infeksitas,
sedangkan virus yang tidak mengandung lipid bersifat resisten terhadap daya
kerja eter.
3.
Karbohidrat
Virus
Pembungkus
virus biasanya dalam glikoprotein. Glikoprotein ini merupakan antigen yang
penting dan terdapat protein yang terlibat dalam interaksi virus dengan antiodi
yang menetralkannya
4.
Asam
Nukleat Virus
Mengatur
informasi genetic yang diperlukan untuk replikasi virus. Bobot genom DNA virus
berkisar antara 1,5 x 106 sampai 160 x 106 sedangkan
Genom RNA virus berkisar antara 1 x 106 sampai 15 x 106.
Jenis asam nukleat dan untainnya dapat ditentukan dibawah mikroskop flouresensi
dengan pewarnaan AO = Acridine Orange
dan asam nukleat diindentifikasi dengan reaksi warna dan tes pencernaan enzim.
Identifikasi asam nukleat virus
dengan zat jingga akridin
Sedian
virus perekat-carmoy
|
Reaksi
warna dengan 0,01% AO pada Ph 4
|
Kepekaan
DNAse
|
Enzim
RNAse
|
DNA Virus beruntai ganda
|
Kuning
|
+
|
-
|
DNA Virus beruntai tunggal
|
Merah
|
+
|
-
|
RNA Virus beruntai ganda
|
Kuning
|
-
|
+
|
RNA Virus beruntai tunggal
|
Merah
|
-
|
+
|
Prosedur pemurnian asam nukleat :
·
Melisiskan protein pembungkus virus oleh
suatu detergen seperti dodesil sulfat
·
Deproteinnasi oleh pronasa dan fenol
·
Setelah pemurnian dapat ditentukan
sifat-sifatnya (kandungan gula ribosam / deoksiribosa), untaian, ukuran
·
Urutan komposisi nukleotida
II.3 Pengaruh Keadaan Fisik dan
Kimiawi Terhadap Virus
1. Suhu
Bila virus dipanaskan 56 – 60ᵒ C selama
30 menit ( pasteurisasi ) akan mengalami insktivitas dan virus akan menurun
atau hilang daya infeksinya. Hal ini karena protein (kapsid) mengalami
denaturasi. Ada virus-virus yang tahan panas seperti hepatitis, adenovirus dan
scrapievirus sehingga tidak mengalami inaktivitas. Virus yang dibeku keringkan
( liofilisasi, freze dried ) dan disimpan pada suhu lemari es biasa ( 4-8ᵒ C )
bisa tahan hidup beberapa bulan dan pada suhu -70ᵒ C bisa tahan bertahun –
tahun.Vierus yang mempunyai pembungkus cenderung kehilangan infektivitas
setelah penyimpanan lama meskipun pada suhu -90ᵒ C, terutama peka terhadap
pembekuan dan pencairan yanng berulang- ulang. Namun dengan adanya
dimetilsukfosid (DMSO) dalam konsentrasi kurang dari 5%, virus – virus ini
menjadi stabil, karena virus hanya terdiri dari asam nukleat yang dikelilingi
oleh protein, virus sangat mudah dipengaruhi faktor – faktor luar.
Pengetahuan tentang faktor fisik dan
kimiawi yang menghilangkan infektivitas virus penting tidak hanya untuk
desinfektasi dan antisepsis, tetapi juga dalam hubungannya dengan pembuatan
vaksin, isolasi virus dari bahan pemerikasaan dan pengawetan virus. Pada
umumnya virus sangat labil terhadap pengaruh panas. Kecuali virus hepatitis B
dan virus scrapie, pemaparan virus pada suhu 55 - 60ᵒC selama
beberapa menit menyebabakan denaturasi kapsid dan hilangnya infektivitas virion
akibat ketidakmampuannya melekat pada sel atau/dan gangguan pada proses pelepasan
selubung kapsid (uncoating). Bahkan pada suhu tubuhpun, kehilangan infektivitas
terjadi. Beberapa virus lebih stabil terhadap pengaruh panas daripada virus
lainnya. Adenovirus, enterovirus, papovavirus termasuk virus relatif stabil
terhadap pengaruh panas, sedangkan flavirus, Respiratory syncytal virus
termasuk yang relatif labil.
Virus berselubung umumnya lebih labil terhadap
pengaruh panas daripada virus ikosahendral telanjang. Dapat dikatakan bahwa
waktu paruh untuk hampir semua virus dapat dihitung dalam detik pada suhu
60ᵒC, menit pada suhu 37ᵒC, jam pada 20ᵒC,
hari pada 4ᵒC, bulan s/d tahun pada suhu lebih rendah atau sama
dengan minus 70ᵒC.karena itu untuk penyimpanan jangka lama, suspensi
virus harus disimpan pada suhu sangat rendah atau dengan cara liofilisasi
(freeze-drying)
Pada
suhu 50 – 60 C selam 30 menit maka daya infeksinya hilang atau berkurang (INAKTIVASI).
Virus dapat disimpan dengan diLiofilisasi (dibekukeringkan) dan masih mempunyai
daya infeksi.Virus akan kehilangan infeksitas setelah penyimpanan tetapi dengan
Dimetil Sulfoxida (DMSO) konsentrasi 5%, virus menjadi lebih stabil.
Daya infeksi virus
:
Ø Pada
suhu kamar à tetap.
Ø Pada
suhu ± 4C à tahan selama bertahun-tahun.
Ø 20
s/d. -70 C à akan tahan lebih lama lagi
2. Stabilitasi
virus dengan Garam-Garam
Banyak virus dapat distabilkan dengan garam-garam
dalam konsentrasi tertentu (molar tertentu ). Dengan penambahan garam – garam
tersebut virus akan tetap infektif dan tahan terhadap pemanasan pada suhu 80ᵒC
selama 1 jam.
Mekanisme stabilisasi virus
dengan cara ini belum diketahui misalnya:
Ø Mg 1
mol dapat menstabilkan virus – virus polio, Echo, Coxsackie . Rhinovirus,
Reovirus.
Ø Mg
1 mol menstbilkan virus influenza, para influenza, Morbilli dan Mumps.
Ø Na2
1 mol terhadap virus herpes Herpes Simplex. Herpes zoster.
Adakalanya
efek stabilisasi dengan garam ini digunakan untuk membunuh virus kontaminan.
Misalnya pada pembuatan vaksin Polio Sabin. Vaksin ini dibuat dengan cara
menanan virus dalam biakan jaringan ginjal kera Rhesus. Kera ini mungkin saja
mengandung virus SV 40 tanpa menunjukkan gejala sakit, sedangkan menurut
penelitian virus SV 40 ini bisa menyebabkan sarkoma pada hamster. Dan suda
dibuktikan pula bahwa virus SV 40 berhasil ditemukan kembali dari tinja orang
yang sudah divaksinasi. Untuk mencegahnya maka virus Polio yang sudah dipanen
dari biakan jaringan ginjal kera tadi diberi Mg 1 mol, panaskan 60ᵒC
1 jam, virus polio tidahk inaktifikasi tetapi virus SV 40 mati
Diketahui
pula bahwa beberapa jenis garam bersifat sebagai stabilisator. Larutan garam Mg
; Mg ; Na2 secara berturut-turut dapat mempertinggi stabilitas
enterovirus, sebagai rhinovirus, reovirus;myxovirus, rubella virus; dan
herpesvirus. Dengan cara menambahkan Mg misalnya, enterovirus tahan suhu
pemanasan 56ᵒC selam 1 jam
Banyak
virus dapat distabilkan dengan garam-garam pada konsentrasi tertentu.Senyawa
yang dipakai :MgCl2, (Virus Polio, Echo, Coxsackie, Rhijovirus), MgSO4,
(Virus Influenza, Morbili), Na2SO4. (Virus Herpes
Simplek)
3. Derajat
keasaman ( PH )
Virus
biasanya hidup subur pada PH 5 – 7,5 dan diluar suhu tersebut virus akan mati
atau inaktif, kecuali golongan Arbovirus yang tahan sampai PH 9. Dan yang
paling baik virus biasanya hidup pada PH 7,0 – 7,4 oleh karena itu setiap
buffer yang digunakan untuk mengelola virus serta untuk kepentingan tes
serelogis biasanya digunakan PH 7,0 – 7,4
Suspensi virus lebih baik bila terdapat dalam larutan isotonik dan
PH faali, walaupun demikian batas toleransinya cukup luas. Dalam hubungannya
dengan PH dikenal tes stabilitas terhadap PH rendah dan yang berguna
untuk membedakan Enterovirus dan Rhinovirus. Pada tes ini virus di suspensikan
dalam larutan dengan PH 3,0 dan di eram selama 3 jam, kemudian infektivitasnya
diukur. Enterovirus bersifat stabil, sedangkan Rhinovirus dan rubella
virus tidak stabil
Virus hidup pada pH 5.0 – 9.0.Hidup baik pada pH 7.0 – 7.4.sehingga setiap
buffer yang digunakan untuk mengolah virus dan untuk tes serologis digunakan pH
7.0 – 7.4.Virus yang dapat bertahan pada pH 9.0 sedikit sekali, hanya golongan
Arbovirus.
4. Radiasi
Pada
umumnya sinar X ( sinar rontgen ), ultra violet (UV) dan partikel berenergi
tinggi dapat menghilangkan aktivitas virus atau membunuh virus. Dosisnya
bervariasi untuk setiap jenis virus
Semua
virus dapat diinaktifkan oleh radiasi elektro magnetik, terutama sinar pengion
dan sinar gelombang pendek. Sinar X menginaktifkan virus dengan cara memecah
asam nukleat. Oleh karena itu inaktivasi oleh sinar X pada virus dengan asam
nukleat rantai tunggal lebih efektif dari pada virus dengan asam nukleat rantai
ganda. Sinar ultra ungu juga merusak asam nukleat yaitu dengan terjadinya
ikatan kovalen antara 2 molekul pirimidin berdekatan membentuk derivat
siklobutan, akhirnya mengakibatkan ketidak mampuan asam nukleat bereplikasi dan
juga mungkin translasi . Selain itu sinar ultra ungu menyebabkan ikatan
silang(cross link) antara 2 rantai DNA dan pembentukan fotohidtrat(derivat 6
hidroksi 5-6 dihidro) yang keduanya berperan dalam mekanisme inaktivasi. Pada
dosis radiasi sangat tinggi, selain asam nukleat , kapsidpun menjadi rusak
sehingga virus kehilangan kemampuan untuk mengadakan interferensi,
haemaglutinasi dan sifat-sifat khas keantigenannya
Sinar X ( Rontgen), Ultraviolet (UV) dan partikel berenergi tinggi
dapat menghilangkan aktivitas virus atau membunuh virus. Dosisnya bervariasi
untuk setiap jenis virus.
5. Pengecatan
Vital
Virus
dapat ditembus sampai tingakat tertentu oleh zat warna vital, seperti toluidin
blue, Netral Red, proflavin atau acridin orange. Zat warna ini akan diserap dan
mengikat asam nukleat virus sehingga virus akan menjadi peka terhadap cahaya
biasa dan virus akan diinaktivasi. Cara inaktivasi seperti ini disebut
inaktivasi fotodinamik
Diketahui pula bahwa virion dapat
berinteraksi dengan zat warna seperti biru metilen, merah netral, sedemikian
rupa sehingga iluminasi oleh cahaya akan menginaktifkan virus tersebut.
Fenomena tersebut dikenal sebagai efek fotodinamik
Virus
dapat ditembus sampai tingkat tertentu oleh zat warna vital (toluidin blue,
neutral red, proflavin, acridin orange), zat- ini akan tetap terikat dengan
asam nukleat virus. Sehingga virus akan peka terhadap cahaya biasa dan
akan kehilangan daya infeksinya. à INAKTIVASI FOTODINAMIK
6. Kepekaan
terhadap Eter
Kepekaan
terhadap eter sangat penting karena dapat menunjukkan apakah virus di
dalam envelopnya mengandung :
5. Lipida
yang larut oleh eter yang menyebabkan virus menjadi inaktif
atau mati.
2. Lipida
yang tidak dilarutkan oleh eter
3. Envelopnya tidak mengandung lipid
Berdasarkan kepekaan terhadap eter ini
maka dapat dilakukan pembagina virus sebagai berikut :
a.
Golongan virus yang sensitif terhadap
eter yaitu :
Golongan
Arbovirus, influenza, parainfluenza, herpes simplex, herpes zoster,
pseudorabies, japanese B Encephalitis ( JBE virus ), Cytomegalovirus.
b. Golongan yang tahan
( resisten ) terhadap eter yaitu :
Golongan
picornavirus, papovavirus, poxvirus, Adenovirus, parvovirus
Diantara
berbagai zat kimia,terdapat beberapa zat kimia yang sering dipakai dalam
penelitian virologis,antara lain:polieksietilen eter / sorbitan yang melarutkan
komponen lipid selubung virus sehingga komponen bagian dalam terbuka dan
memungkinkan untuk mempelajari morfologi,aktivitas enzimatik,konstitusi
antigennya;guanidin,urea dan fenol yang bekerja mengurangi ikatan hidrogen
sehingga kapsip terpecah menjadi rantai-rantai polipeptda,formaldehid yang
banyak dipakai untuk membuat vaksin tanpa banyak mengganggu sifat
imunogenitasnya,eter atau natrium dioksikolad pelarut lipid yang dapat
digunakan untuk membedakan enterovirus, rhinovirus, reovirus, adenovirus,
poxvirus, papovavirus (kelompok tahan terhadap eter) dari arbovirus,
arenavirus, ruballavirus, coronavirus, myxovirus, herpesvirus, rhabdovirus
(kelompok peka terhadap eter).Disamping zat kimia yang bersifat inaktivator,
terdapat juga zat kimia yang bersifat stabilisator, misalnya: serum normal,
albumin, susu bebas lemak (skimmed milk) dan gliserol
Digunakan
untuk mengetahui apakah virus berenvelope atau tidak.Mengandung lipida yang
bisa dilarutkan oleh eter, sehingga virus menjadi tidak infektif.tidak
mengandung lipida atau mengandung lipida yang tidak bisa larut dalam eter,
sehingga virusnya tetap infektif meskipun sudah dioleh dengan eter.
Virus yang resisten terhadap eter :
§ Parvovirus.
§ Papopavirus.
§ Poxvirus.
(bervariasi).
§ Adenovirus.
§ Picornavirus.
Virus yang Sensitif
terhadap eter :
§ Herpesvirus.
§ Orthomyxovirus.
§ Paramyxovirus.
§ Arenavirus.
§ Coronavirus.
§ Oncornavirus.
§ Rhabdovir